Selamat Datang di Blog Kami!Semoga bermanfaat bagi kita semua.Kami tunggu kunjungan berikutnya.Terima kasih.
Photobucket

Sabtu, 30 Oktober 2010

REORIENTASI NASIONALISME

Reorientasi Semangat Pemuda dalam Pembangunan Daerah



…… Beri Aku sepuluh Pemuda…niscaya akan kutaklukan Dunia…. (Soekarno).


Wacana pemuda menjadi bagian penting dalam proses perubahan yang terjadi pada setiap Negara. Peran pemuda senantiasa diidentikan sebagai sosok agent of change baik dari tata nilai kehidupan masyarakat secara holistik maupun tata Negara dan Pemerintahan. Keseluruhan pandangan ini memiliki latar belakang signifikan dengan memperhatikan pada berbagai fenomena gerakan pemuda yang mampu membawa pembaruan sistem kemapanan menjadi suatu hasil yang lebih dinamis dan adaptable.

Pemuda atau syabab berarti berbicara tentang sekelompok masyarakat penuh semangat yang bergelora, selalu bersahaja dan pantang menyerah. Memang sosok pemuda dimanapun berada akan selalu berkreasi dan mencari sesuatu yang lebih baik. Menurut ilmu psikologi, pemuda adalah salah satu fase antara fase anak-anak dan fase tua. Pada pandangan lain membatasi fase pemuda dengan batasan umur yaitu umur antara 13 tahun sampai 40 tahun walaupun pembatasan seperti itu belum final karena terkadang ditemui seorang yang telah berumur 60-an tahun masih tetap mempunyai semangat yang bergelora seperti halnya seorang pemuda, sebagai contoh nyata adalah Nabi Muhammad saw. dimana sejak diangkat sebagai seorang Nabi ketika berumur 40 tahun sampai akhir hayatnya selalu mencerminkan jiwa yang penuh semangat dan tanggungjawab.


Mendalami pandangan diatas, dapat diketahui bahwa pemuda pada hakikatnya memiliki 3 karakteristik, yaitu: seseorang yang memiliki moralitas, semangat juang dan keikhlasan berbuat kearah yang lebih baik.

Tonggak sejarah perjuangan pemuda di Indonesia terakumulasi disaat adanya sumpah pemuda yang dideklarasikan pada tanggal 28 Oktober 1928, disamping serentetan sejarah peran pemuda dalam proses perjuangan kemerdekaan bangsa mulai dari kebangkitan nasional pada tanggal 2 mei 1908 hingga pada berkembangnya era reformasi tahun 1998. Sejarah sumpah pemuda ini menjadi bagian terpenting dalam membangun integritas Bangsa Indonesia sebagai kesatuan tanah air, berbangsa, dan berbahasa Indonesia. Oleh karenanya hingga saat ini deklarasi tersebut diabadikan dan diperingati menjadi hari sumpah pemuda.

A. Faktor Reorientasi Kepemudaan.

Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan, nampaknya telah mengalami reorientasi paradigma baru peran pemuda yang lebih bernuansa hedonisme, materiliastis, bahkan cenderung kapitalis. Peran pemuda yang dahulu dinobatkan sebagai simbol pembaharu bangsa makin pudar searah dengan tuntutan gaya hidup yang mampu meninabobokan pemuda. Sehingga tak ayal pada masa kini, pemuda cenderung memiliki rendahnya tingkat kepekaan terhadap perannya sebagai figur agent of change dan cenderung berorientasi pada perjuangan untuk dirinya sendiri (individualistic).

Beberapa faktor yang menjadi pengaruh besar terhadap perubahan sikap dan perilaku pemuda di Indonesia adalah:

1) Perkembangan teknologi dan informasi.

Tak dapat ditampik bahwa perkembangan teknologi dan informasi telah menjadi salah-satu faktor dominan dalam membentuk paradigma berpikir pemuda di Indonesia. Berbagai informasi telah mempengaruhi gaya hidup pemuda Indonesia yang cenderung memiliki kepekaan cukup rendah terhadap nilia-nilai sosial budaya yang berkembang di Negerinya sendiri. Kecenderungan paradigma berpikir pemuda yang dilandasi oleh perkembangan teknologi dan informasi adalah memudarnya semangat nasionalisme hingga lebih mengkiblatkan pada gaya hidup dan komuikasi asing.

Fenomena berkembangnya bahasa trendi (gaul) merupakan salah-satu akibat dari pengaruh teknologi dan informasi. Bauran bahasa pergaulan pemuda telah banyak yang tidak sesuai dengan Ejaan Yang disempurnakan. Bahkan bahasa Indonesia yang telah menjadi cita-cita luhur sebagai Bahasa persatuan nampaknya secara perlahan makin tergantikan dengan bahasa teknologi (seperti yang berlaku dalam bahasa sms dan chating).

Pada sisi lain, pemanfaatan teknologi dan informasi telah memberikan dampak pada ketergantungan tinggi terhadap sarana komunikasi dalam mengembangkan proses komunikasi, sehingga telah membentuk sikap hidup yang cenderung tidak percaya diri dan bahkan kurang berjiwa sosialis. Sumber inspirasi senantiasa diperoleh dari pengembangan isu pihak lain sementara tidak berupaya untuk menggali kepentingan isu di lingkungannya sendiri. Sehingga kondisi ini berakibat pada pembentukan karakteristik pengekor dan bukan inovator.

2) Berlakunya era globalisasi.

Era globalisasi memang menjadi keharusan bagi bangsa Indonesia yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi. Berlakunya era globalisasi pada satu sisi mampu menjadikan kesempatan bagi bangsa Indonesia dalam menyambut proses eksplorasi potensi bangsa ke dunia internasional, namun pada sisi lain dapat membentuk impact besar terhadap ekspansi nilai-nilai kebudayaan asing ke dalam Negeri.

Pemuda sebagai komunitas masyarakat yang memiliki jiwa pro perubahan akan menjadi subyek pengaruh terbesar dari berlakunya era globalisasi. Aspek terbesar pengaruh globalisasi pada kehidupan pemuda adalah tumbuhnya nilai-nilai kebudayaan asing yang membentuk gaya hidup global serta cenderung bersifat modernis, hingga secara perlahan dapat mengubah performance pemuda Indonesia yang berkiblat pada nilai kehidupan bangsa asing. Contoh terkecil adalah fanatisme pada keberhasilan selebritis dunia yang akhirnya menjadi tauladan pemuda Indonesia yang memiliki karakteristik kebudayaan berbeda.

Pada kondisi semacam ini paradigma berpikir pemuda Indonesia kini mengalami pergeseran sebagai sosok pencinta kehidupan asing dan mengacuhkan tata nilai kebudayaan bangsa sendiri.

3) Terjadinya tuntutan kompetisi hidup.

Seiring dengan tingginya proses pembangunan di Indonesia, telah membentuk tuntutan pemenuhan hidup keseharian pemuda. Berkembangnya tuntutan kebutuhan hidup ini pada gilirannya telah menciptakan peta kuatnya persaingan dalam memperoleh pendapatan, baik dari segi pekerjaan maupun usaha. Terbentuknya kompetisi hidup mampu menciptakan pembentukan pola persaingan hidup yang tinggi di kalangan pemuda hingga terjadi pada perilaku individualistik.

Kondisi tingginya kompetensi hidup ini mengakibatkan peran pemuda mengalami kesulitan untuk membangun keterpaduan dan kesatuan langkah kepentingan, sehingga nilai-nilai nasionalisme nyaris pudar tergerus oleh kepentingan individualistis dan golongan.

4) Berkembangnya ekspansi industri dan tuntutan konsumerisme.

Pertumbuhan dunia usaha dan dunia industri di Indonesia pada satu sisi mampu memberikan kontribusi positif bagi laju pertumbuhan ekonomi bangsa, namun pada sisi lain telah menciptakan rendahnya kreativitas pemuda dalam mengembangkan pemikiran untuk mampu mengelola potensi kekayaan alam yang tersedia di dalam negeri. Kondisi ini tentu saja dipicu oleh ketersediaan lapangan kerja dalam menampung penyaluran keterampilan yang dimiliki pemuda, sehingga dapat dipastikan telah mengakibatkan berkembangnya paradigma pemikiran pemuda yang berorientasi pada pencari kerja bukan pada entreuprenurship.

5) Berlakunya straktatisasi pola manajemen kepemudaan.

Meskipun bangsa Indonesia telah membentuk institusi khusus yang menangani persoalan kepemudaan, bahkan dengan diikuti oleh merebaknya organisasi kepemudaan pada beberapa tingkatan, namun peran pemuda nampaknya masih harus tetap berjibaku dengan pembelaan pada heterogenitas kepentingan. Sejauh ini terdapat beberapa klasifikasi pemuda yang terbentuk di Indonesia, meliputi:

* Golongan akademik mainded, yaitu kelompok pemuda yang cenderung berkiprah dalam urusan dunia persekolahan. Peranannya senantiasa disibukkan dengan program pembelajaran sebagai bagian dari peningkatan kualitas sumber daya manusia;
* Golongan produktif, adalah komunitas pemuda yang lebih memilih berkiprah untuk mengisi kebutuhan hidup sehari-hari sebagai akibat dari tingginya tuntutan kelangsungan hidup.
* Golongan kreatif, adalah komunitas pemuda yang lebih mengembangkan perannya dalam dunia praktisi, baik dalam pengembangan seni, budaya, bahkan usaha.
* Golongan aktifis dan organisatoris, merupakan kelompok pemuda yang lebih memilih peranannya dalam mengembangkan diri untuk berorganisasi dan beraktifitas dalam memperjuangkan kepentingan organisasi yang digeluti serta berusaha untuk memasukkan kepentingan umum dalam nilai perjuangannya.
* Golongan hedonis, adalah kelompok pemuda yang lebih memilih sikap menikmati kehidupan melalui ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dan cenderung mengandalkan pada keinginan untuk memenuhi kepuasan hidup secara instan.

Klasifikasi diatas pada hakikatnya sebagai dampak dari terjadinya proses pembangunan yang dinilai belum merata serta belum mampu menyentuh kepentingan pengembangan peran kepemudaan. Pada sisi lain, akibat dari pelayanan dasar pemerintah terhadap aspek kebutuhan kepemudaan telah menimbulkan pula straktatisasi peran kepemudaan, yang meliputi: Pemuda berpendidikan, pemuda aktifis, pemuda pengangguran terbuka, dan pemuda pekerja.

Timbulnya straktatisasi ini pada akhirnya telah menghasilkan paradigma berpikir pemuda yang tidak peka terhadap kehidupannya dan cenderung memiliki ketergantungan hidup terhadap tuntutan pelayanan pemerintah maupun pihak lain.

B. Peran Pemuda dalam Pembangunan daerah.

Sejalan dengan berlakunya era otonomi daerah, maka sejatinya peran pemuda menjadi pilar utama terhadap keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah, disamping beberapa komponen masyarakat lain dan pemerintah daerah. Pentingnya peran pemuda dalam pembangunan daerah adalah disamping memiliki kekuatan fisik dan moraliti dalam pengawalan dan pelaksanaan pembangunan, serta akan menjadi bagian dalam proses regenerasi pemerintahan pada masa yang akan datang.

Berdasarkan data Susenas 2006, jumlah pemuda Indonesia tahun 2006 mencapai 80,8 juta jiwa atau 36,4 persen dari total penduduk yang terdiri dari 40,1 juta pemuda laki-laki dan 40,7 juta pemuda perempuan. Jika dilihat menurut daerah tempat tinggal, tampak bahwa pemuda yang tinggal di pedesaan jumlahnya lebih banyak daripada pemuda yang tinggal di perkotaan (43, 4 juta berbanding 37, 4 juta).

Dengan jumlah yang amat besar tersebut, maka peran strategis pemuda dalam pembangunan nasional sangatlah penting spesifikasinya dalam pembangunan daerah. Hal ini telah dibuktikan di dalam berbagai kiprah pemuda seiring dengan perjalanan dan denyut jantung kehidupan suatu bangsa. Oleh sebab itulah diskursus-diskursus tentang kiprah pemuda di berbagai lini kehidupan bangsa tidak akan pernah habis dan mati.

Secara umum terdapat dua sudut pandang yang membuat posisi pemuda strategis dan istimewa yaitu kualitatif dan kuantitatif: Secara Kualitatif, pemuda memiliki idealisme yang murni, dinamis, kreatif, inovatif, dan memiliki energi yang besar bagi perubahan sosial. Idealisme yang dimaksud adalah hal-hal yang secara ideal mesti diperjuangkan oleh para pemuda, bukan untuk kepentingan diri dan kelompoknya, tetapi untuk kepentingan luas demi kemajuan masyarakat, bangsa dan negara.

Secara Kuantitatif, terlihat bahwa jumlah penduduk Indonesia saat ini lebih dari 210 juta orang. Menurut data terakhir Depdiknas terkait dengan jumlah tersebut, bahwa apabila kelompok yang dikategorikan generasi muda atau yang berusia diantara 18–35 tahun, diperkirakan berjumlah lebih dari 80,8 juta jiwa atau 36.4 persen dari jumlah penduduk seluruhnya. Sedangkan tahun 2009 Berdasarkan proyeksi data single years Badan Pusat Statistik 2009, bahwa potensi pemuda Indonesia sangat besar jika dilihat dari jumlah pemuda yang sebanyak 62.985.401 jiwa atau 29,5 persen dari total penduduk Indonesia yakni 213,287 juta jiwa.

Sementara jumlah pemuda di Provinsi Banten berdasarkan data BPS tahun 2006 adalah sebanyak 3,702,541 terdiri dari 1,817,164 jiwa dan laki-laki 1,885,377 jiwa. Dan tahun 2007 mengalami penurunan menjadi 3.180.600 jiwa terdiri dari 1.552.500 perempuan dan 1.628.200 laki-laki dari total prediksi jumlah penduduk tahun 2010 sebanyak 9,96 juta jiwa (32 %).

Sebagian besar dari kelompok usia ini adalah tenaga kerja produktif yang mengisi berbagai bidang kehidupan. Karenanya bisa dipahami bahwa pemuda berpeluang menempati posisi penting dan strategis, sebagai pelaku-pelaku pembangunan maupun sebagai generasi penerus untuk berkiprah di masa depan.

Disaat kondisi bangsa seperti saat ini peranan pemuda atau generasi muda sebagai pilar, penggerak dan pengawal jalannya reformasi dan pembangunan sangat diharapkan. Dengan organisasi dan jaringannya yang luas, pemuda dan generasi muda dapat memainkan peran yang lebih besar untuk mengawal jalannya reformasi dan pembangunan. Permasalahan yang dihadapi saat ini justru banyak generasi muda atau pemuda yang mengalami disorientasi, dislokasi dan terlibat pada kepentingan politik praktis. Seharusnya melalui generasi muda atau pemuda terlahir inspirasi untuk mengatasi berbagai kondisi dan permasalahan yang yang ada. Pemuda atau generasi muda yang mendominasi populasi penduduk Indonesia saat ini mesti mengambil peran sentral dalam berbagai bidang untuk kemajuan antara lain:

1. Saatnya pemuda menempatkan diri sebagai agen sekaligus pemimpin perubahan. Pemuda harus meletakkan cita-cita dan masa depan bangsa pada cita cita perjuangannya. Pemuda atau generasi muda yang relatif bersih dari berbagai kepentingan harus menjadi asset yang potensial dan mahal untuk kejayaan dimasa depan. Pemuda atau generasi muda yang tergabung dalam berbagai Organisasi Kemasyarakatan Pemuda memiliki prasyarat awal untuk memimpin perubahan. Mereka memahami dengan baik kondisi daerahnya dari berbagai sudut pandang. Kemudian proses kaderisasi formal dan informal dalam organisasi serta interaksi kuat dengan berbagai lapisan sosial termasuk dengan elit penguasa akan menjadi pengalaman (experience) dan ilmu berharga untuk mengusung perubahan.
2. Pemuda harus bersatu dalam kepentingan yang sama (common interest) untuk suatu kemajuan dan perubahan. Tidak ada yang bisa menghalangi perubahan yang diusung oleh kekuatan generasi muda atau pemuda, sepanjang moral dan semangat juang tidak luntur. Namun bersatunya pemuda dalam satu perjuangan bukanlah persoalan mudah. Dibutuhkan syarat minimal agar pemuda dapat berkumpul dalam satu kepentingan. Pertama, syarat dasar moral perjuangan harus terpenuhi, yakni terbebas dari kepentingan pribadi dan perilaku moral kepentingan suatu kelompok. Kedua, kesamaan agenda perjuangan secara umum Ketiga, terlepasnya unsur-unsur primordialisme dalam perjuangan bersama, sesuatu yang sensitif dalam kebersamaan.
3. Mengembalikan semangat nasionalisme dan patriotisme dikalangan generasi muda atau pemuda akan mengangkat moral perjuangan pemuda atau generasi muda. Nasionalisme adalah kunci integritas suatu negara atau bangsa. Visi reformasi seperti pemberantasan KKN, amandeman konstitusi, otonomi daerah, budaya demokrasi yang wajar dan egaliter seharusnya juga dapat memacu dan memicu semangat pemuda atau generasi muda untuk memulai setting agenda perubahan.
4. Menguatkan semangat nasionalisme tanpa harus meninggalkan jatidiri daerah. Semangat kebangsaan diperlukan sebagai identitas dan kebanggaan, sementara jatidiri daerah akan menguatkan komitmen untuk membangun dan mengembangkan daerah. Keduanya diperlukan agar anak bangsa tidak tercerabut dari akar budaya dan sejarahnya.
5. Perlunya kesepahaman bagi pemuda atau generasi muda dalam melaksanakan agenda-agenda Pembangunan. Energi pemuda yang bersatu cukup untuk mendorong terwujudnya perubahan. Sesuai karakter pemuda yang memiliki kekuatan (fisik), kecerdasan (fikir), dan ketinggian moral, serta kecepatan belajar atas berbagai peristiwa yang dapat mendukung akselerasi perubahan.
6. Pemuda menjadi aktor untuk terwujudnya demokrasi politik dan ekonomi yang sebenarnya. Tidak dapat dihindari bahwa politik dan ekonomi masih menjadi bidang eksklusif bagi sebagian orang termasuk generasi muda. Pemuda harus menyadari, bahwa sumber daya (resource) negeri ini sebagai aset yang harus dipertahankan, tidak terjebak dalam konspirasi ekonomi kapitalis.



C. Penutup

Gambaran umum pemuda Indonesia dalam proses pembangunan daerah diatas, nampaknya masih harus mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat. Hal terpenting dalam kebijakan pengembangan peran pemuda dalam pembangunan daerah adalah dengan melihat pada aspek kuantitatif yang memiliki signifikansi besar dalam menunjang keberhasilan pembangunan serta bersifat menyebar pada tiap daerah, dan aspek kualitatif dengan mengoptimalkan potensi pemuda baik dari sisi intelektualitas, moralitas, integritas, serta keahlian yang dimiliki untuk berpartisipasi dalam pembangunan daerah.

Semoga tulisan ini dapat memberikan kontribusi positif khususnya dalam rangka membangkitkan semangat pemuda dalam berpartisipasi pada pembangunan daerah, khususnya di Wilayah Provinsi Banten.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar